Jika kita mengamati kemarahan seorang anak kecil, kita bisa melihat bahwa kemarahan seperti sebuah permainan kekuasaan, tantangan untuk menentukan siapa yang menang. Si anak merasa bahwa melampiaskan kemarahan tampaknya merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan keinginannya. Moral Essay mengatakan tentang anak-anak “Seharusnya tidak dituruti permintaannya kalau dia memintanya dengan marah; bila anak itu sudah tenang, tawarkan padanya apa yang tadi anda tolak ketika dia menangis”. Demikian juga kemarahan terjadi pada orang dewasa. Kemarahan yang tidak terkendali menunjukkan ketidakdewasaan kita. Oleh kemarahan yang bisa mendatangkan maut, kemarahan bahkan bisa membunuh seseorang.
Saudaraku, apakah anda sedang marah? Marah dengan kehidupan, marah pada nasib, pada orang lain, pada diri sendiri, pada pekerjaan kita, dan marah kepada Tuhan? . Kemarahan terjadi karena kita merasa bahwa kita memiliki hak untuk marah. Kemarahan memiliki kekuatan yang dasyat untuk menghancurkan orang yang mengalaminya ataupun kepada korban kemarahannya. Mari kita melihat kembali Daud, calon Raja Israel yang sedang dalam pelariannya yang panjang. Sampailah Daud di padang Gurun (1 Sam 25) dan disana Daud dan 600 pengikutnya membutuhkan makanan di sepanjang gurun itu. Daud dan pengikutnya telah menjaga ternak Nabal (artinya; bebal), seorang yang kaya raya disana yang memiliki ribuan ternak. Daud dan pengikutnya ikut menjaga ternak itu tanpa diminta, dan saatnya Daud bicara pada Nabal untuk meminta bantuan Nabal untuk persediaan makanan pasukannya. Nabal tidak bijaksana, dia tidak sudi menolong Daud malah menghina Daud dengan pedas, “Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini ada banyak hamba yang lari dari tuannya!” Nabal menyebut Daud sebagai pengembara yang melarikan diri dari tuannya. Mendengar jawaban itu, AMARAH Daud meledak “Kamu masing-masing sandanglah pedang!”. Daud menyuruh 400 orang pengikutnya untuk membunuh Nabal dan semua laki-laki yang ada pada Nabal ! Tindakan Daud ini sungguh mengejutkan mengingat Daud berhasil menyikapi dengan baik ancaman Saul selama ini. Nabal memang telah menyinggung perasaannya namun bukankah Daud pernah mengalami perlakukan Saul yang lebih buruk lagi?
Sungguh tidak pantas Daud bertindak demikian, hal ini menggambarkan Daud tidak sedang bersandar kepada Tuhannya. Selama ini Daud menyerahkan penghakiman kepada Tuhan, namun sekarang dia ingin menghakimi sendiri.
Suatu kemarahan yang melewati batas akan menjadi dosa, apabila:
1. Bila kemarahan itu motivasinya salah. Daud marah karena Nabal melecehkannya dan tidak menganggapnya orang penting. Harga diri Daud terluka dan tersinggung.
2. Bila kemarahan itu berlebihan. Orang yang marah selalu merasa bahwa amarahnya itu dapat dibenarkan. Pembelaan diri dan reaksi kita yang berlebihan justru menunjukkan bahwa motivasi kemarahan kita salah.
3. Bila kemarahan itu bermaksud untuk mencederai. Betapa jauh lebih baik Daud melihat hinaan Nabal sebagai kesempatan untuk melatih kehendaknya dalam menguasai diri, seperti yang dilakukannya menghadapi Saul.
4. Bila kemarahan itu untuk membalas dendam. Pembalasan dendam sebenarnya adalah kemarahan yang ditujukan kepada Tuhan karena menganggap Dia tidak berdaya dan kecewa atas kelambanan-Nya dalam memperbaiki kesalahan. Pembalasan adalah hak Tuhan.
BAGAIMANA MENGHADAPI KEMARAHAN?
1. Temukan penyebabnya.
Ada beberapa penyebab kemarahan, kemarahan bisa bersumber dari ketakutan dan perasaan terancam. Seperti Daud juga mungkin merasa tidak berdaya dan takut disaat itu, dan dia mengamuk marah karena tidak melihat jalan keluar dari masalahnya. Sebab yang lain adalah DOSA yang tidak diakui. Juga bisa dari luka lama kita yang belum selesai.
2. Mengenali diri sendiri.
Daud tampaknya terluka dengan masa lalunya yang sering diabaikan dan dilupakan, sehingga dalam keadaannya yang bodoh, dia menjadi begitu terluka dan marah dengan sikap Nabal. Kita harus bertanya pada diri sendiri, apa sebab kita marah?
3. Mencari pelampiasan yang konstruktif
Kemarahan adalah sebuah energy besar yang harus kita kendalikan. Mencoba kegiatan fisik akan menyurutkan kemarahan dan member waktu bagi kita untuk merenungkan penyebab kemarahan kita.
4. Mengendalikannya.
Jika kita tersiksa dengan amarah, kita dapat juga membiacarakannya dengan seseorang yang objektif dan memberikan nasehat bijak. Renungkan Mazmur dan bagaimana ayat Firman Tuhan ini dapat meredam kemarahan kita.
PENANGKAL KEMARAHAN: KELEMAHLEMBUTAN
Bagaimana kelanjutan nasib Nabal? Untunglah Nabal memiliki istri yang bijak, pandai, dan saleh, ialah Abigail. Abigail seorang wanita yang lemah lembut. Arti Kelemahlembutan hamper mendekati gambaran seekor kuda jantan yang sangat kuat dan penuh dengan daya hidup, namun JINAK – sosok maklhuk gagah yang telah belajar mentaati perintah tuannya cukup dengan sedikit sentakan tali saja. Kelemahlembutan melambangkan KEKUATAN yang besar, namun kekuatan itu telah DIKENDALIKAN.
Abigail yang mengetahui berita itu, segera menyuruh bujangnya berangkat terlebih dahulu dengan jamun makanan yang dimuatnya diatas keledai. Abigail dengan sangat bijak membujuk Daud dan meredakan amarahnya dan menyelamatkan Daud dari dosa.
Seperti inilah yang dilakukan Abigail:
1. Pertimbangkan sumber hinaan itu. Abigail berusaha membuat Daud memahami bahwa Nabal bukan orang yang patut dihormati dan pendapatnya jangan didengarkan, karena dia bebal
2. Pertimbangkan gaya koreksi. Abigail merendahkan diri yang menyebut dirinya “hamba” dan Daud sebagai “Tuan”, dia lemah lembut, bijak dan melindungi martabat Daud. Koreksi Abigail menghargai Daud sedangkan gaya Nabal untuk menghakimi dan menghina Daud. Motivasi iblis dalam menyingkap kelemahan kita adalah kebencian yang mendalam, untuk membuat kita putus asa, menghakimi diri dan membenci diri.
3. Pertimbangkan kekuatan Pembela kita. Kita harus belajar untuk mempercayai Allah sebagai Pembela kita yang teguh dan tidak membiarkan gosip atau fitnah memancing kita berbuat dosa. Abigail menasehati Daud untuk berhenti membela dirinya dan melanjutkan panggilannya, Yahweh akan berperang baginya.
4. Pertimbangkan masa depan kita. Apabila kita marah, ingatlah kembali tujuan mula-mula Allah didalam hidup kita, gambaran besar akan masa depan sudah diberikan-Nya dengan sempurna, janganlah kita merusaknya karena kita tidak dapat menaham amarah kita.
Akhirnya Daud tercelikkan dan sadar, diapun memuji Allah yang mengirimkan Abigail kepadanya. Lihat bagaimana reaksi Daud sebagai pemimpin pria. Dia tidak segan mengatakan pada 400 pengikutnya bahwa dia telah salah dan dia tidak menaham gengsinya bahwa keputusannya berubah oleh bujukan seorang wanita! Daud menunjukkan kelemahlembutannya kembali. Sesaat dia seperti “kuda liar” namun dia adalah kuda jantan yang mengenal suara Tuhannya. Daud memiliki ROH YANG MAU DIAJAR. Inilah yang sangat penting, segera mengakui kesalahan dan belajar dari kesalahan itu. Kesalehan perlu terus dilatih dan dipertahankan dengan tekun. Daud telah belajar banyak dari pengalamannya dan menjadikannya siap untuk menjadi seorang Raja.
HATIKU UNTUK ALLAHKU (part 5) KEMARAHAN
(Buku HATIKU UNTUK ALLAHKU)
(KUNCI MENGIKIS 6 KARAKTER BURUK)
dengan edit seperlunya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar