Terdapatlah sebuah Kisah dalam perjalanan bangsa Israel, dimana mereka mengalami suatu masa yang sangat gelap, tidak ada pewahyuan, penglihatan dan suara Tuhanpun jarang pada waktu itu. Saat itu Samuel kecil sedang dipersiapkan Bapa untuk menjadi penyambung Lidah-Nya yang diurapi dan dikhususkan-Nya.
Saat Tuhan sedang mempersiapkan Samuel menjadi nabi-Nya, dan dibesarkan dalam keluarga Imam Eli, anak-anak Imam Elipun semakin berbuat apa yang tidak berkenan kepada Tuhan. Mereka tidak menghormati mezbah Tuhan dan mencemarinya dengan melakukan kenajisan dengan pelayan-pelayan Mesbah, dan melakukan banyak kejahatan yang mengerikan. Inilah gambaran orang-orang Kristen, bahkan pelayan-pelayan Bapa yang mungkin kelihatannya dekat dengan Bait Tuhan, namun justru mencemari dan tidak sama sekali menghormati Tuhan. Beda dengan Samuel kecil yang dipersembahkan Hana sebagai anak yang yang sangat diharapkannya, Samuel diberikan kepada Tuhan oleh Hana lewat didikan seorang Imam Eli yang notabene tidak benar dalam mendidik anak sendiri. Tapi Hana tetap memberikannya kepada Tuhan dan memandang kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Disebutkan Samuel hidup dan tinggal di bait Tuhan. Didepan Tabut dan dia mengurus segala sesuatu di Bait Tuhan. Dia terbiasa hidup disana, tetapi dia belajar menghormati dan mengenal suara Tuhannya.
Pada zaman yang gelap itu, Tabut Tuhan, satu-satunya kebanggaan orang Israel dirampas oleh bangsa Filistin oleh karena kebodohan bangsa Israel. Disanalah saat Tabut itu dirampas musuh, Israel tidak mengalami KABOD lagi, tapi IKABOD (Kemuliaan Tuhan sudah lenyap di Israel). Banyak anak Tuhan tidak menjaga Tabut Tuhan didalam hidupnya masing-masing atau dalam pelayanan yang dipercayakan kepada kita. Jika KABOD itu hilang diantara gereja-Nya, sudah sepantasnya kita sungguh-sungguh berdoa dan hancur hati memohonkan kemuliaan dan kehormatan-Nya dikembalikan atas gereja-Nya. Apakah kita masih memiliki KABOD itu?
Tetapi Tuhan menunjukkan kebesaran-Nya diantara bangsa Filistin saat tidak seorangpun membela kehormatan-Nya, Dia melawan bangsa Filistin dengan tulah dan sakit penyakit. Dan setelah 7 bulan lamanya Tuhan mengacaukan bangsa Filistin itu dan mengalahkan Patung-patung /Ilah-ilah Filistin, maka mereka segera mengembalikan Tabut itu kepada bangsa Israel dengan dua lembu dan ternyata lembu itu langsung menuju kepada Bet-Semes, tempat terdekat dari Filistin ke daerah orang Israel. Dan apa yang terjadi saat Tabut itu berada di Bet-Semes?
Perhatikanlah ayat-ayat diatas, Bangsa Israel yang ada di Bet Semes sangat senang menyambut Tabut Tuhan yang dikembalikan atas mereka dan mereka membuat korban bagi Tuhan disana. Tapi anehnya, terjadi tragedy mengerikan lagi di Bet-Semes, dimana Tuhan menghajar 70 orang Bet-Semes dan membunuh mereka. Kegemparan terjadi diantara rakyat Bet-Semes dan mereka segera menyuruh saudara mereka di Kiryat-Yearim untuk mengambil tabut itu segera dari mereka. Apakah kita seperti warga Bet-Semes? Kita merindukan Tabut itu kembali kepada kita, kemuliaan-Nya menyertai kita, tetapi kita tidak siap untuk menerimanya. Apa yang salah? Warga Bet-Semes bertindak tidak menghormati dan mengindahkan Tabut Tuhan, mereka hanya senang karena Tabut itu kembali, tetapi tidak benar-benar mengindahkannya. Mereka mengintip kedalam Tabut karena penasaran, mereka tidak mengkhususkan penjaga-penjaga yang diurapi untuk menjaga Tabut. Mereka melanggar kekudusan Tuhan. Berbeda dengan Kiryat-Yearim.
Apa yang membuat Tuhan berkenan dan menjaga penduduk Kiryat-Yearim ? Warga Kiryat-Yearim tahu cara menangani Tabut dan Kemuliaan Tuhan dengan benar. Mereka mengindahkan Tabut itu dan memperlakukannya dengan benar. Tabut adalah lambing Kehadiran dan kemuliaan Tuhan, perjanjian Tuhan, dan mereka sadar akan hal itu. Mereka menguduskan dan mengkhususkan Imam untuk menjaganya selama 20 tahun lamanya dan mereka diberkati dan dijaga dengan luar biasa sekalipun banyak timbul peperangan di Israel.
Saudaraku, apa yang dapat kita pelajari dari kisah ini? Mari kita menghargai kemuliaan dan kehadiran Tuhan, Perjanjian-Nya dalam hidup kita. Bukan hanya sekedar senang, tetapi kita menjadi kecewa dan marah saat Tuhan menghajar kita. Dia rindu kita menghormati kekudusannya dan menginginkan kemuliaan-Nya diatas apapun, sebab bersama Dia, kita dapat menang dari setiap peperangan, Tapi jika kemuliaan itu lenyap atas kita, apapun peperangan yang kita lakukan akan sia-sia. Kita semua dipanggil sebagai Imamat yang Rajani, bangsa yang kudus, Umat kepunyaan Allah sendiri. Keimaman mengandung beberapa makna: Dipisahkan, kudus, dan ditentukan untuk mendekat, atau diperbolehkan untuk mendekat. Bukankah ini luar biasa? Tuhan memperbolehkan kita sekarang mendekat kepada-Nya dan Dia tidak akan membunuh kita seperti orang-orang di Bet-Semes. Dia rindu kita dekat dengan Dia selalu, tetapi marilah kita belajar menjadi Imam yang berkenan kepada-Nya, yang kudus, menghargai, dan dipisahkan dari dunia ini untuk melayani Dia. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar