RSS
Container Icon

"IN MEMORIAM EX WARRIOR OF GOD" (part 2)



Begitu banyak bayi-bayi yang meninggal secara aneh, banyak saksi mata mengatakan sebelum bayi-bayi mereka meninggal di depan pintu rumah mereka selalu ada bau, seperti bau belerang yang terbakar dan angin bertiup sangat kencang. Bayangan hitam yang menyerupai manusia setengah kerbau yang memakai baju perang selalu meyertai kejadian tersebut dan tidak lama kemudian bayi-bayi mereka meninggal dengan cara yang mengerikan. Hidung mereka mengeluarkan darah dan leher lebam seperti bekas cekikan. Tanda-tanda itu selalu sama pada setiap kematian bayi di desa kami. Banyak penduduk desa ketakutan, lalu berkata bahwa kejadian itu disebabkan karena dewa kerbau dan dewa kematian sedang murka karena sudah 6 tahunan mereka tidak lagi merawat kuil itu dan bahkan banyak yang merusak patung-patung dewa di kuil itu. Memang semenjak pemberitaan injil masuk, kuil sudah mulai ditinggalkan bahkan beberapa patung sudah dihancurkan. Kepala desa kami, pak Zhu memang sangat memuja kuil tersebut, tetapi karena banyaknya penduduk desa yang mulai meragukan kuil itu pak Zhu tidak berani untuk menentang mereka. Kali ini pak Zhu seperti ‘mendapat angin’ untuk mengobarkan keyakinannya kembali. Pak Zhu mulai menggerakkan warga untuk mulai membangun kembali kuil “Para dewa”. Banyak orang yang mulai percaya kepada injil mulai bimbang. Yah, kepercayaan nenek moyang kami memang telah berakar kuat di hati penduduk desa, diperlukan doa dan air mata untuk merubah semuanya.

Ibu dan ayah sangat sedih dengan kejadian kejadian di desa kami. Sudah satu bulan kesehatan ibu kurang baik karena ibu mengalami pendarahan yang hebat ketika melahirkan adikku laki-laki, John Lee. Malam hari itu beberapa orang percaya berkumpul di tempat kami untuk membicarakan apa yang telah terjadi desa kami. Mereka mulai mencurigai ada upaya iblis untuk memanfaatkan kepercayaan penduduk desa sebagai celah untuk merusak pemberitaan injil di desa kami. Ayah mengajak beberapa teman misinya untuk berdoa dan meminta hikmat dari Roh Kudus, untuk menghancurkan siasat dan tipu daya iblis yang sudah mengambil nyawa banyak bayi di desa kami. Waktu ayah sedang berbicara  tiba-tiba, adikku John Lee yang berada di pangkuan ibuku menangis keras sekali. Ayah dan ibu saling berpandangan, wajah mereka menunjukan keheranan karena tangisan adikku seperti tangisan ketakutan dan kesakitan. Jendela di rumah menutup sendiri karena ada angin yang sangat kencang dan disertai dengan bau belerang yang sangat tajam. Beberapa orang percaya mulai berbisik-bisik, mereka terkejut karena kejadian inilah yang baru saja mereka bicarakan. Ayah dan ibuku mengajak mereka berdoa bersama. Ada pemandangan yang membuatku ketakutan, yaitu ada tangan yang mencengkram kuat tangan ibuku. Aku melihat belasan makhluk yang tinggi besar dan kepala mereka seperti kepala kerbau dengan mata yang merah menyala, kaki mereka lebih menyerupai kaki katak dengan golok panjang di tangan mereka. Pak Jiaw salah seorang percaya terkejut, pak Jiaw dan ibu melihat hal yang sama seperti yang aku lihat. Salah satu dari mahkluk itu berteriak keras dan mengatakan kalau ibu tidak mau menyembah dia maka dia akan mengambil nyawa adikku. Ibu berteriak kepada makhluk itu untuk diam dan keluar dari rumah kami.


Jarak makhluk itu dengan kami kira-kira 15 langkah kaki orang dewasa. Makhluk itu mengeluarkan golok kemerahan dan dengan murkanya melemparkan golok itu ke ibu. Kelompok orang percaya yang tadi telah mengambil posisi doa mereka bergandeng tangan sambil mengucapkan  kata-kata mazmur “perlindungan“ yang ada di kitab suci. Seketika itu juga ada cahaya putih berkilauan dari tubuh kami keluar dan membentuk tembok lingkaran perlindungan. Golok dari mahkluk itu terjatuh, makhluk itu semakin murka. Kali ini dia mengeluarkan lentera merah kecil dari mulutnya  dan belasan makhluk yang sama juga ikut mengeluarkannya. Lentera itu terbang mengitari kami semua, semakin lama semakin cepat. Pak Nio, salah seorang yang percaya mulai ketakutan, pak Nio berteriak-teriak bukan dia yang mencuri perhiasan istrinya. Pak Jiaw mencengkram kuat tangan pak Nio dan berkata: ”hati-hati pak Nio, iblis mulai memberikan penuduhan dan dakwaan palsu, sekalipun pak Nio berdosa asalkan pak Nio bertobat maka tidak ada seorangpun yang dapat mengingat dosa yang telah disucikan, diakui dan tak dilakukan lagi.” Ketika pak Jiaw mengatakan demikian, secara ajaib lentera-lentera merah yang berputar itu mulai berjatuhan satu persatu dan menimbulkan ledakan yang sangat keras. Ayah berkata “hati-hati dengan penuduhan dari si jahat, gunakan iman kalian sebagai perisai terhadap penuduhan-penuduhan keji makhluk tersebut. Makhluk itu bertambah murka, kali ini mereka mengeluarkan sesuatu dari hidung mereka, benda kecil yang berbentuk seperti lonceng lalu dilemparkannya ke arah kami, lonceng itu  terbang dan mengeluarkan nada-nada aneh yang membuat pak Jiaw seperti gelisah, pak Jiaw berbisik kepada ayah agar kita mendoakan keluarga pak Jiaw di rumah dan saudara-saurdara seiman yang lain. Kali ini kembali iblis mengeluarkan dakwaan kalau kita melawan dia maka dia akan mengambil orang-orang yang paling berharga dalam kehidupan kita, kata ayah. Ibu diingatkan untuk menyanyikan lagu tentang mazmur “kekuatan dalam menghadapi musuh”. Ketika kami mulai berdoa, lonceng itu tak bersuara lagi dan dari atap rumah keluar suatu cahaya putih menyilaukan mata, cahaya itu menerangi kami semua, dan tepat di atas kepala kami ada sekumpulan makhluk yang tinggi besar. Wajah mereka bercahaya dan pada ikat pinggang mereka tertulis nama kami dengan cahaya putih keemasan. Masing-masing makhluk memiliki satu nama kami. Makhluk yang bertuliskan nama ayah dan ibu mempunyai pedang yang sangat panjang kira-kira setinggi dada orang dewasa, pedang mereka ujungnya sangat runcing dan di sepanjang pedang itu ada kilatan cahaya campuran warna perak dan putih. Makhluk yang bertuliskan nama ayah di pinggangnya mulai memimpin barisan yang paling depan, lalu mulai berkata: “Pergilah kalian semua, karena kami, malaikat pelindung mereka telah mengusir pemimpin kalian dari desa ini, mereka semua yang di sini telah memiliki meterai di kepala mereka. Kalian tidak berhak atas satupun nyawa di tempat ini.” Makhluk yang berkepala kerbau itu mendengus dengan keras, lalu berkata: “Kali ini kami tidak mungkin gagal lagi, kami sudah menyusun rencana ini dua tahun yang lalu dan kami telah menemukan celah untuk menawan dan menghancurkan kepercayaan mereka kepada Yang diurapiNya.” Lalu tiba-tiba makhluk itu menyerang malaikat yang bertuliskan nama pak Nio di ikat pinggangnya, dengan golok yang sangat berat dan tajam. Golok itu diputar-putarkan membentuk pusaran angin yang sangat keras, dan tiba-tiba golok itu berubah menjadi ribuan dan menghujani malaikat pelindung pak Nio. Memang golok tersebut tidak melukai malaikat itu sedikitpun, tetapi malaikat itu hanya dapat bertahan menghadapi serangan makhuk itu. Malaikat pak Nio berkata: “Nio, engkau sudah bebas jangan pernah mau ditawan pikiranmu, bangkitlah Nio.” Memang pak Nio terlihat seperti orang yang sangat ketakutan, wajahnya pucat dan berkeringat banyak. Dari tangan kiri makhluk berkepala kerbau itu mengeluarkan suatu rantai yang berbentuk seperti ular, warnanya hitam legam. Rantai itu dilemparkannya ke pak Nio, tiba-tiba rantai itu sudah hampir membelit kuat tangan pak Nio, tetapi pak Nio sepertinya tidak bisa mendengarkan lagi suara dari malaikat itu.

 Malaikat penjaga ayah mulai mengatakan kepada ayah: “Lee, gunakan kata-kata imanmu untuk menguatkan pak Nio, roh penuduhan sedang berusaha menawan dia.” Ayah yang terus-menerus bernyanyi, seketika menghentikan nyanyiannya dan berkata: “Pak Nio, saya baru mendapatkan hikmat, saya rindu mengatakan kalau pak Nio berharga di mata Tuhan, dosa-dosamu sudah dihapus lunas oleh darahNya yang kudus, kematiaanNya telah membeli lunas hidupmu.” Makhluk lain yang berkepala kerbau itu sangat marah mendengar kata-kata Ayah, lalu mulai menyerang Ayah dengan ribuan rantai dan dari punggung makhluk yang menyerang ayah keluar ribuan ular yang dapat terbang dan ular-ular itu menyerang kepala ayah. Malaikat penjaga Ayah dengan satu gerakan pedang  membunuh ribuan ular dan mematahkan rantai-rantai tersebut. Yah pedang di tangan malaikat ayah sangat tajam bahkan mungkin lebih tajam dari kepunyaan malaikat yang lain. Pak Nio yang tadinya ketakutan mulai bersuara katanya, “Tuhan Yesus, aku mau menerima pengampunanMu, aku mau berdamai dengan kehendakMu atas anak-anakku, aku serahkan mereka kepada kehendakMu,” dengan kata-kata yang setengah berbisik. Seketika itu juga malaikat pak Nio yang tadinya bertahan dengan tangan kosong, tiba-tiba memiliki pedang, memang tidak terlalu tajam dan panjang, tetapi dengan pedang itu malaikat pak Nio telah memukul mundur makhluk yang tadi menyerangnya. Sementara itu, ayah dan ibu serta  beberapa orang percaya lainnya mulai berdiri melingkar dan menyanyikan Lagu “Kemenangan di salibNya”. Ketika mereka mulai menyanyikan lagu itu, air mata bercucuran deras membasahi wajah mereka, mereka bernyanyi dengan tangan terangkat dan mata terpejam. Lagu itu dinyanyikan dengan penuh perasaan. Malaikat penjaga Ibu mulai berkata  kepada malaikat penjaga Ayah, katanya: “Kali ini sudah waktunya kita menghancurkan semua iblis yang menghalangi desa ini untuk bertumbuh mengenal Yang diurapiNya.” Malaikat ayah menganggukkan kepala, lalu dengan gagahnya malaikat ayah mengangkat pedangnya lalu disertai dengan malaikat-malaikat lainnya. Dengan gerakan yang sangat cepat mereka menyerang belasan makluk itu, walaupun jumlah makluk berkepala kerbau itu jauh lebih banyak – karena semakin lama mulai berdatangan ratusan makhluk yang sama – yang mengepung rumah kami, tetapi mereka memang bukan tandingan malaikat-malaikat itu. Sebelum ayah dan semua orang percaya menyelesaikan lagu itu, malaikat-malaikat itu telah mebunuh puluhan makhluk itu. Kali ini para malaikat telah berada di depan pintu dan pedang mereka kemudian disatukan, lalu mulai muncul sebuah cahaya yang luar biasa terangnya dan setiap makhluk berkepala kerbau  yang terkena dan melihat cahaya itu mata mereka menjadi hancur dan tubuh mereka meledak. Malaikat penjagaku melihat aku dan berkata; “Prisca, engkau mendapat kasih karunia untuk melihat apa yang terjadi di alam doa, karuniamu akan semakin  tajam, hanya saja ingat satu hal, jangan pernah mengikatkan hatimu selain kepada Yang diurapi. Kelak engkau akan mengerti, besok engkau akan melihat perubahan besar di desa ini.” Malaikat-malaikat itu lalu menghilang dari pandanganku ... 
( to be continue)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS