RSS
Container Icon

HATIKU UNTUK ALLAHKU (1) KETAKUTAN

“Allah tidak pernah menyerah terhadapku sampai Ia menyelesaikan apa yang telah Dia mulai..Dia juga tidak akan menyerah terhadap engkau..” (Daud)

Ketika Kebangunan Rohani melanda banyak anak muda di Amerika, ratusan mahasiswa mengakui dosa mereka da bertobat dari gaya hidup mereka yang lama. Namun suatu hal lain yang mereka hadapi adalah kerisauan yang muncul kemudian dan meresahkan mereka: “Sekarang setelah saya mengosongkan diri dari dosa saya, bagaimana saya bisa menahan diri untuk tidak kembali melakukannya? Apa yang harus saya lakukan?” dan yang paling memilukan: “Bagaimana saya bisa berguna bagi Tuhan kalau saya merasa diri saya seperti barang rongsokan?”. Saudaraku, Allah Bapa masih rindu memakai dan membentuk kita apapun masa lalu kita, Dia masih tetap sanggup mengubahkan karakter dan memulihkan setiap luka kita.
Pembentukan karakterlah yang Tuhan rindukan agar kita dapat menjaga dan mengisi kehidupan kita. Daud adalah contoh yang baik dalam menangani setiap karakter buruk kita. Daus terluka secara emosional, sering ditinggalkan dan dicemooh. Allah memperhatikan anak penggembala yang kesepian dan haus akan kasih sayang serta memiliki daya imajinasi yang amat puitis itu, dan Diapun bermaksud membentuk Daud menjadi orang yang dipilih-Nya. Daud belajar dari kehidupan yang dijalaninya itu, tidak mudah, tetapi dia menganggap bahwa hubungan dengan Allahnya dibangun dengan segenap hati dan segenap jiwa di tengah luka-luka dalam kehidupan sehari-hari. Daud memandang setiap pemikiran, perasaan, kegembiraan, atau penyesalan sebagai bagian dari hubungannya dengan Allah yang hidup.

Pada hakikatnya, masalah paling mendasar yang kita hadapi adalah masalah HATI, bukan dalam arti sentimental melainkan dalam pengertian Alkitabiah. Hati adalah sumber air kehidupan-pusat roh manusia, sumber emosi, pikiran, kehendak, keberanian, tindakan kita. Mari kita belajar memiliki hati seperti Daud, menjadi seseorang yang BERKENAN dimata-Nya. Ini bukanlah mengenai kesempurnaan manusia, melainkan tentang bagaimana sikap hati dalam menghadapi segala kelemahan, kegagalan, ketidaksempurnaan, kesedihan, maupun kemenangan.

Yang pertama akan kita bahas adalah mengenai ketakutan. Ada dua jenis ketakutan; Ketakutan yang benar adalah TAKUT AKAN TUHAN. Takut akan Tuhan berarti mengagumi, menghargai, dan menghormati Allah sedalam-dalamnya. Takut akan Tuhan berarti menganggap SERIUS konsekuensi yang akan kita terima apabila kita tidak taat kepada-Nya. Inilah takut yang sepatutnya kita takuti –pendapat Tuhan, penghargaan Tuhan dan penghakiman Tuhan. Sedangkan jenis ketakutan yang kedua adalah ketakutan yang berbahaya, seperti halnya Saul leih takut kepada manusia daripada Tuhannya.  Ada jenis ketakutan yang merongrong kita: “Apa Bapa benar-benar peduli pada saya?Jika saya gagal, apakah Bapa akan memilih orang lain yang lebih baik dan layak daripada saya?” Ketakutan ini memang lazim, namun itu perlu disadari dan dihadapi. Jika tidak, maka ketakutan akan mengendalikan kita secara tidak sehat.


Ketakutan memang melumpuhkan. Pernahkah anda merasa sangat ketakutan?
Tidak ada emosi yang begitu menguras tenaga seperti ketakutan. Dalam ketakutan kita diingatkan bahwa sesungguhnya kita tidak mampu, kita tersadar bahwa semua daya, pengetahuan dan yang kita miliki tidak lagi menjamin kesuksesan kita. Ketakutan akan memaksa kita memandang kepada realitas. Apa yang sesungguhnya kita percayai?

Saul menjadi lumpuh dengan ketakutan saat pasukan Filistin dan pahlawannya Goliat berdiri menantang bangsa Israel. Jelas sekali seperti apa Goliat itu, seorang RAKSASA yang begitu menakutkan dengan pedang yang mengerikan, lebih panjang dari siapapun dan tidak seorangpun berani menghadapinya. Kebanyakan kita telah terluka oleh ketakutan kepada “Goliat” kita, dan Tuhan sedang mengajar kita bahwa si Daud kecil pun dapat mengalahkan Goliat itu dengan kuasa-Nya yang besar! Saul berpikir bahwa Allah tidak ada sangkut pautnya dengan peperangan ini, sedang Daud sekali dia mendengar Goliat mengolok bangsa Israel, Daudpun bangkit dengan amarah yang kudus dan menyadari bahwa sesungguhnya Goliat sedang menantang Allah yang hidup (1 Sam 17:26). Peperangan itu adalah peperangan dengan Allah, bukan dengan bangsa Israel saja! Daud memiliki cara pandang yang berbeda mengenai peperangan.
Setelah Daud dibawa kehadapan Saul dan Saul dapat diyakinkan, dia ttap melihat kondisi sekelilingnya dan beranggapan Goliat dapat dihadapi dengan persenjataan manusia, tetapi Daud menolak semua persenjataan itu. Hal ini mengungkapkan kepada siapa Saul percaya; persenjataannya, bukan kepada Allah. Sedangkan seorang Daud memperlihatkan taktiknya yang cerdas dengan memilih lima batu licin dan umban. Sulit membayangkan situasi peperangan seperti ini sungguh tidak seimbang dan kelihatan tanpa harapan, tetapi Daud melemparkan kata-kata iman dan membawa nama Tuhan dalam peperangan itu. Daud sadar bahwa tujuan peperangan ini bukanlah sekedar mengalahkan Filistin melainkan untuk memuliakan Allah di mata seluruh dunia.

Musuh dan Raksasa kita selalu membuat kita takut dengan senjatanya yang ampuh : INTIMIDASI. Musuh mencemooh dan menindas psikologis kita, membesar-besarkan dirinya, menggertak, dan kitapun terjebak serta menjadi “kecil” dalam iman. Inilah yang membuat Saul lebih parah dengan MEMPERCAYAI DUSTA MUSUH.  Ketakutan dapat kita kalahkan ketika kita mempercayai kebenaran dan percaya kepada Allah.

Keberanian bukan berarti tidak memiliki ketakutan, tetapi kemampuan untuk bertindak sekalipun menghadapi ketakutan (Aristoteles)


IMAN: PENANGKAL KETAKUTAN

Keberanian Daud melawan Goliat yang menakutkan adalah hasil langsung dari imannya kepada Tuhan. Iman adalah KUNCI mengalahkan ketakutan. Sekarang bagaimana agar kita memiliki IMAN?

1.    Ingatlah Apa Yang Benar
Saat ketakutan menyergap kita, jernihkan pandangan kita terlebih dahulu tentang Tuhan kita. Masalah di sekeliling kita haruslah dipahami dalam konteks yang lebih besar tentang siapa Dia sesungguhnya dan apakah tujuan-Nya. Yang benar adalah Dia tetaplah Tuhan yang berkuasa dan berdaulat!

2.    Ingatlah Karakter Tuhan
Seperti yang dilakukan para Rasul ketika menghadapi ketakutan dan penindasan, mereka berdoa kepada Tuhan. Doa mereka tidak dimulai dengan mengingatkan Allah akan masalah mereka, tetapi mengingatkan diri mereka sendiri akan sifat dan karakter Allah. Ingatlah selalu bahwa seluruh kehidupan ini berada dalam pemerintahan dan kekuasaan Tuhan kita yang berdaulat penuh! Pada waktu musuh kita menyerang dan mengancam, menggertak, mengintimidasi kita, tetap inilah hal yang terpenting untuk kita sadari.

3.    Iman Datang Dari Mempercayai Firman Tuhan
Sumber lain yang meredakan ketakutan dan membangun iman kita adalah Firman Allah. Masih begitu banyak anak Tuhan yang ternyata masih sangat buta terhadap Firman Tuhan bahkan sangat jarang membaca Alkitab. Iman timbul dari pendengaran akan Firman Tuhan (Roma 10:17) dan mempercayai Firman itu. Salah satu karakter Tuhan kita adalah dapat dipercaya, yang berarti perkataan-Nya dapat diandalkan. Salah satu alasan Tuhan tidak terlebih dahulu memaparkan rencana permainan secara rinci kepada kita adalah karena Ia sedang dalam proses membangun umat yang akan hidup bersama-Nya dalam kekekalan. Kekekalan harus ditempati oleh orang-orang yang telah memilih untuk mempercayai dan mengasihi Allah berdasarkan perkataan-Nya; orang-orang yang telah belajar melalui pengalaman mereka yang menakutkan selama di muka bumi ini bahwa Allah itu sepenuhnya dapat dipercaya.

4.    Iman Datang Dari Menuruti Firman Tuhan
Jika kita hidup diluar Firman, selayaknyalah kita berada dalam ketakutan. Tteapi apabila kita mau belajar hidup dalma ketaatan, mengakui dosa kita secara teratur dan berupaya semampu kita untuk hidup didalam Terang, maka Firman Allah akan memberikan keberanian yang kita perlukan di masa-masa yang sulit. “Percaya dan taat, karena tidak ada lagi jalan lain”

5.    Iman Datang Dari Menggunakan Firman Tuhan
Waktu kita ketakutan, kita harus melawannya dengan iman, dan kita harus berpegang pada janji-janji Allah apapun yang sedang kita rasakan. Begitulah cara melawan Raksasa kita-waktu kita berpegang pada apa yang Allah katakan dan bukan pada apa yang kita lihat atau kita rasakan. Pada saat-saat yang menakutkan, kita harus menyerukan janji-janji Allah dan hidup berpegang pada kebenaran janji-janji itu.

SENJATA-SENJATA IMAN

1.    Memilih senjata yang tepat : mengenal pertempuran yang sesungguhnya
Tujuan utama iblis adalah membujuk kita untuk bertempur menurut cara-caranya. Jika kita terbujuk memakan umpannya, kita akan terjerumus bersama-sama dengan musuh kita. Kita harus tetap berkepala dingin dan menolak untuk menuruti taktiknya, seperti yang dilakukan Daud. Daud memiliki senjata rohani, sedang Goliat senjata jasmani. Daud mengerti tujuan pertempuran ini adalah untuk memuliakan Allah Israel, bukan hanya pertempuran dua orang. Tidak ada persenjataan lain yang disediakan bagi kita saat menghadapi ketakutan selain persenjataan rohani ini.

2.    Banyak akal dan memanfaatkan pilihan terbaik
Apa yang dilakukan Daud? Ia mengamati SUMBER DAYA yang dia miliki dan dari keadaan sekelilingnya. Dia memilih senjata dengan bijaksana dan menantikan campur tangan Allah selebihnya. Kita biasanya mengeluh bahwa sumber daya kita tidak memadai untuk melawan musuh kita dan mengubah keadaan. Justru disinilah KUNCINYA! Allah Bapa senang menyatakan kuasa-Nya melalui keterbatasan dan ketidakmampuan kita. Apapun Raksasa yang sedang kita hadapi, kita harus mulai berani menghadapinya dengan iman dan dengan sumber daya yang kita miliki, gunakan persenjataan rohani yang sudah disediakan bagi kita, itu ada di sekitar kita, itu sudah disediakan-Nya!

BERTINDAKLAH!

Ada waktu bicara, berdoa dan menyusun strategi, namun akhirnya kita harus bertindak. Tindakan berdasar pimpinan Roh Kudus akan mengalahkan kuasa ketakutan yang berusaha mencengkeram kita. Daud mengalahkan Goliat bukannya tanpa PELATIHAN. Dia sudah menjalani Pelatihan dari Tuhan dimana Allah sendiri telah menyiapkan Daud untuk tujuan-tujuan-Nya. Keberanian Daud berkembang selama dia melakukan penggembalaan. Bagaimana cara mengembangkan iman? Tentunya bukan dengan santai-santai, melainkan itu dibentuk dari hal-hal biasa dalam kehidupan sehari-hari kita.  Karakter terbentuk sewaktu kita melakukan tugas sehari-hari dan melakukannya dengan kemampuan terbaik kita demi kemuliaan Tuhan.
Saudaraku, Allah ingin membentuk kita menjadi sebatang pohon yang tidak akan layu menghadapi badai kehidupan. Ia tidak akan menjauhkan kita dari masa sukar, tetapi Ia pasti melindungi kita. Pada kenyataannya, justru karena badailah, kita akan berakar semakin dalam, mencengkeram tanah Kristus, sehingga kita dapat memberikan makanan dan buah kepada orang lain, baik ataupun tidak baik waktunya.

Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi."  Yosua 1:9

(Buku HATIKU UNTUK ALLAHKU)
 (KUNCI MENGIKIS 6 KARAKTER BURUK) 
dengan edit seperlunya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar