RSS
Container Icon

Serahkan Pada Dia (story part 2)

Part 2



MEMBUANG SAMPAH
Ia menguatkan hati terhadap penghinaan yang ia belajar terima. Seolah-olah belum cukup rasa malu-nya. Hentikan Dia. Tetapi bagaimana caranya? Ia nantikan penghakimannya. Ternyata tidak kunjung datang. Suara-Nya hangat dan pertanyaan-Nya jujur “Maukah engkau menyerahkan sampahmu kepada-Ku?”
Ia tertegun “ Apa maksudnya, sih?”
‘Serahkan kepada-Ku. Besok. Di tempat pengurukan. Mau?” Ia seka noda di pi-pinya dengan ibu jarinya dan bangkit berdiri. “Jumat ya, di tempat pengurukan.”
Lama setelah Ia pergi, ia duduk, mengingat-ingat kejadian tadi, menyentuh kembali pipinya. Suara-Nya masih terngiang;ajakan-Nya masih terasa. Ia berusaha menepis kata-kata-Nya itu tetapi tidak bisa. Kok Ia tahu sih? Dan kok Ia masih demikian baik setelah mengetahuinya. Kenangan itu bersemayam dalam jiwanya, tamu tak diundang tetapi disambut....
Tidurnya malam itu membawakan mimpi musim panas. Seorang gadis dibawah langit biru dan awan seperti kapas, main-main di tengah-tengah bunga-bungaan, dengan gaun berputar. Ia bermimpi lari dengan tangan terbuka lebar, menyentuh pucuk bunga-bunga matahari. Ia bermimpi orang-orang bahagia memenuhi padang rumput dengan tawaria dan pengharapan.
Tetapi begitu terjaga. Langit gelap, awan pekat, dan jalanan penuh baying-bayang. Di ujung tempat tidurnya tergeletak kantong sampahnya. Menyelempangkannya di pundaknya, ia keluar dari apartemennya, turun ke tangga, ke jalanan, masih kotor.
Itu hari Jumat

Ia sempat berdiri, berpikir. Pertama-tama bertanya-tanya apa maksud-Nya, lalu apakah Ia bersunggug-sungguh. Ia menghela nafas panjang.


Dengan pengharapan yang hanya sedikit saja lebih besar daripada ketiada-berepengharapannya, ia berbalik menuju pinggiran kota. Yang lainpun menuju kea rah yang sama. Pria di sampingnya bau alcohol. Ia sudah beberapa hari tidak berganti pakaian. Seorang gadis remaja berjalan kaki di depan. Wanita yang mau ini buru-buru menyusul. Gadis itu menjawab sebelum ditanya: “ Amarah. Amarah kepada ayah saya. Amarah kepada ibu saya. Saya muak dengan amarah. Kata-Nya Ia mau mengambilnya”. Ia menunjuk kantongnya “Akan saya serahkan kepada-Nya”

Wanita itu mengangguk, dan keduanyapun berjalan bersama.

Jumat pagi..
Itu hari pembuangan sampah. Anda terjaga mendengar deru truk, dan dengan rambut acak-acakan anda bergegas ke luar membawa sampah satu minggu. Petugas dalam truk itu pernah melihatnya dan mau tidak mau tersenyum. Satu lagi pendatang pada menit-menit terakhir, yang menyesali kelalaiannya, mati-matian ingin membuang sampahnya satu minggu.

Tetapi pagi ini beda. Anda tidak terjaga ketika truk itu datang. Kesiangan. Hingga anda mendengar ketokan di pintu.

“Maaf tuan, tetapi tampaknya tuan lupa mengeluarkan sampah tuan. Apakah segalanya OK?”
Pertanyaan sang petugas membuat anda lupa betapa konyolnya tampang anda dengan celana pendek itu. Kita mempunyai Allah yang mengajukan pertanyaan itu kepada kita setiap harinya. Ia, mengetok pintu kita. Ia melihat semua kantong sampah kita dan meminta kita menyerahkan semuanya kepada-Nya.

Tempat pengurukan itu penuh sampah-kertas dan sapu patah dan tempat tidur bekas serta mobil karatan. Ketika mereka sampai di bukit, antrian ke puncaknya sungguh panjang. Ratusan berjalan di depan mereka. Semuanya menanti dengan hening,tertegun oleh apa yang mereka dengar-suatu jeritan, auman menyakitkan yang memenuhi udara selama beberapa lama, diputuskan hanya oleh erangan. Lalu kembali terdengar jeritan itu.

Jeritan-Nya...

Semakin dekat mereka itu, mereka tahu mengapa. Ia bersujud di hadapan masing-masing, menunjuk kantong masing-masing, meminta, lalu berdoa.
Boleh saya ambil? Dan semoga engkau tidak pernah merasakannya lagi’ Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan mengangkat kantongnya, menumpahkan isinya ke atas diri-Nya sendiri. Keegoisan orang pelahap, kepahitan orang pemarah, keposesivan orang pencemas, Ia rasakan apa yang mereka rasakan. Seolah-olah Dia sendiri yang berbohong atau menipu atau mengumpat Pencipta-Nya.

Ketika tiba gilirannya, wanita ini berhenti sejenak, ragu-ragu. Mata-Nya menyuruhnya maju. Ia mengulurkan tangan-Nya untuk mengambil sampahnya. “Engkau tidak bisa hidup dengan ini” Ia menjelaskan.
“Bukan untuk itu engkau dijadikan” Dengan kepala tertunduk, ia tumpahkan rasa malunya ke atas pundak-Nya. Lalu menengadah ke langit dengan berlinangan air mata, IA menjerit “Aku menyesal!!”
“Tetapi Engkau tidak berbuat apa-apa!!” wanita itu berseru.

Tapi Ia tetap terisak seperti wanita ini terisak pada bantalnya entah berapa malam. Ketika itulah wanita itu sadar bahwa tangis-Nya adalah tangisnya. Rasa malunya adalah rasa malu-Nya. Dengan ibu jarinya, wanita ini menyentuh pipi-Nya dan untuk langkah pertamanya setelah sekian lama, ia tidak perlu memikul sampah lagi.

Bersama yang lainnya wanita ini berdiri di dasar bukit dan mengamati sementara Ia dikuburkan di bawah tumpukan kesengsaraan. Selama beberapa lama Ia mengerang. Lalu tidak terdengar lagi apa-apa. Hanya keheningan….

Orang-orang duduk di antara mobil hancur dan kertas-kertas serta kompor yang dibuang dan bertanya-tanya siapa Orang ini dan apa yang telah diperbuat-Nya. Seperti orang-orang yang berkabung, mereka tidak segera beranjak. Ada yang bercerita. Ada yang diam saja. Semuanya sesekali memandang tempat pengurukan itu. Aneh juga, lama-lama dekat tumpukan itu, tetapi beranjak rasanya lebih aneh lagi.

Maka merekapun tidak beranjak. Hingga pada keesokan harinya. Kegelapan kembali datang. Ada persaudaraan yang menghubungkan mereka, lewat sang Tukang sampah. Ada yang berbicara tentang bintang-bintang yang mendadak banyak di langit malam. Menjelang subuh kebanyakan sudah tertidur. Mereka hampir-hampir melewatkan saatnya.

Seorang gadis kecil yang pertama kali melihat-Nya. Gadis yang penuh amarah. Ia tidak mempercayai mata-Nya pada mulanya, tetapi ketika ia melihat lebih jelas, sadarlah dia.
Kata-kata gadis itu lembut, tidak ditujukan kepada siapapun “Ia sudah bangkit”
Lalu keras,kepada temannya “Ia sudah bangkit”
Dan lebih keras lagi, kepada semuanya “Ia sudah bangkit!!”
Ia berpaling, semua berpaling. Mereka melihat siluet-Nya diterangi sinar matahari keemasan.
Sungguh sudah bangkit.

Serahkan beban-bebanmu kepada Tuhan Yesus. Ia mati bagi dosa-dosamu, beban-bebanmu, dan Ia bangkit bagi kita semua.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar